PANGGILAN-NYA (HIS CALLING)
Renungan Pagi: KEKAYAAN KEMULIAAN PANGGILAN-NYA
Kita harus menyadari betapa luarbiasanya pengharapan yang terkandung dalam panggilan-Nya (Efesus 1:18). Untuk mencapai itu kita harus
dapat mengenal Dia dengan benar.
Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi
MAKANAN BABI itu….. (Lukas 15). Lalu ia menyadari keadaannya: di rumah bapaku
berlimpah-limpah makanannya, tetapi di sini aku mati kelaparan!
Kita mempunyai Bapa, tapi berapa banyak kita tidak
mengenalnya dengan baik. Si bungsu baru menyadari kesalahannya. Selama ini ia
selalu menuntut dari bapanya dan tidak pernah menjadi puas atas pemberian bapa.
Ia meminta dan meminta berkat dan terakhir dia memutuskan untuk meminta warisan
bagiannya, meninggalkan rumah dan menghabiskan berkat-berkatnya dengan
berfoya-foya.
Keputusan meninggalkan bapa membuat ia berdosa juga terhadap
sorga. Berfoya-foya dengan perempuan-perempuan menyebabkan ia berdosa dengan
tubuhnya. Meninggalkan rumah adalah kesalahannya yang terbesar. Berkat
terhenti.
Apa yang menyebabkan timbul kesadarannya? Bukan karena
penderitaannya setelah berkatnya habis, tapi oleh karena kasih-setia Bapa itu
yang menyebabkan timbul kesadarannya. Sebab, tidak lagi pernah ia mendengarkan firman,
sebab ia telah keluar dari rumah bapanya. Kasih-setia Bapa adalah firman dan
rahmat yang melindungi hidup kita (Lukas 15:20).
Yesus mengatakan di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal (Yoh
14:2). Tempat tinggal yang dimaksud
adalah dimensi-dimensi kehidupan dalam Kerajaan-Nya. Yesus tidak berbicara
hal-hal yang natural, Ia berbicara mengenai hal yang spiritual. Tempat tinggal
yang dimaksudkan-Nya adalah rumah
spiritual, di mana ada bapa dan anak-anak. Kualitas anak yang dituntut dari
kita adalah kualitas Yesus. Hubungan yang dituntut dari kita sebagai gereja
adalah gereja Yesus Kristus. Dalam Yesus kita bisa melihat hubungan Bapa-Anak
yang sempurna. Itulah kualitas hubungan dari panggilan-Nya, kita sebagai gereja
dan Dia adalah Bapa; hubungan yang sebenarnya.
Sikap si sulung tidak lebih baik dari si bungsu. Kesetiaan
tidak menjamin pengenalan akan Bapa dan hubungan yang lebih baik. Bukan oleh
kekuatan dan kuasa, tapi karena Roh. Hanya Roh yang aktif dan dinamis di dalam
hidup kita; yang bisa menjamin kualitas hubungan kita seperti Bapa-Anak. Hidup yang selalu dipimpin oleh Roh itu yang
menjamin kualitas hubungan seperti Bapa-Anak (Roma 8:14). Kesetiaan seseorang dalam pelayanan di mana
pun, bukan ukuran pengenalan terhadap Bapa.
Apa yang terjadi ketika si bungsu kembali? Bapa memberinya
jubah untuk dikenakan, cincin dan sepatu. Jubah melambangkan penerimaan dan
perkenanan, sebab tanpa jubah yang layak tidak akan ada perkenanan (Matius
22:11-14). Jubah juga melambangkan representasi dari Kerajaan-Nya, sebab Ia
datang sebagai Raja (ayat 11). Cincin melambangkan otoritas dari raja dan lambang
ikat-janji dengan Bapa. Dan sepatu adalah jalan hidup secara keseluruhan. Sekarang si bungsu telah benar-benar masuk
dalam panggilannya sebagai representasi dan presentasi dari Bapa.
Tapi apa yang dikatakan si sulung dan sikapnya itu (ayat 28-32)
menggambarkan, bahwa selama ini ia tidak mengenal bapanya dengan benar.
Hubungannya dengan bapa perlu pemulihan.
Hal yang terakhir yang dapat kita perlajari adalah dari
Lukas 15:23. Bapa memerintahkan menyembelih anak lembu tambun, makan dan
berpesta dengan sukacita. Ini
melambangkan persekutuan yang dibangun dengan pengorbanan darah Yesus yang
disembelih. Ini juga adalah inisiatif Bapa. Ketika kita mengadakan perjamuan Kudus,
adalah untuk mengingat semua ini dan meluruskan dan mengikat lagi hubungan kita
dengan Bapa. Kita harus bersyukur karena kasih-setiaNya, karena pengorbanan
Yesus, dan karena Kristus tetap melayani di Tahta sebagai Imam Besar Agung. Dia
adalah Imam Tuhan untuk selama-lamanya menurut peraturan Keimamatan Melkisedek.
Kita dipanggil-Nya juga menurut Keimamatan Melkisedek. Sikapi dengan benar,
dalam iman dan pelayanan dan dalam doa-doa kita, agar semua selaras dan sesuai
dengan panggilan-Nya. Bapa kami….
Belajar dari si bungsu dan si sulung, kita juga harus bertobat. Seberapa banyak gereja
yang hanya fokus pada berkat-berkat jasmani dan materi (si bungsu) dan berapa
banyak gereja yang bersikap salah terhadap panggilan-Nya (si sulung). Banyak gereja yang salah menempatkan dirinya dan memposisikan dirinya sendiri sebagai pelayan dari Bapa. Seorang hamba tidak tau apa yang diperbuat oleh tuannya, tapi harus meningkat menjadi sahabat (Yoh 15:15) dan mitra yang setara bagi Bapa dan Roh Kudus (Mat 16:19). Panggilan-Nya yang terutama ternyata bukan
untuk melayani dan untuk menjadi setia tanpa pengertian, tetapi untuk mengenal Dia dengan benar (Efesus
1:17) dan menjadi representasi dan merepresentasikan Kerajaan Tuhan (Yoh 14:12).