Khotbah papa Djonny pada sesi ini menyajikan wawasan mendalam mengenai hikmat ilahi dan rencana kekal Allah. Sesi tersebut membahas secara ekstensif tentang Pohon Pengetahuan Baik dan Jahat di Taman Eden, menegaskan bahwa pohon itu merupakan bagian dari strategi ilahi, bukan sekadar ujian, dan menegaskan bahwa Firman (Firman) adalah Pribadi Allah yang hidup, yang esensial bagi transformasi spiritual. Selain itu dijelaskan bahwa dosa dan hukum (Nomos) telah ada sebelum Hukum Musa, dan menekankan pentingnya menafsirkan peristiwa Alkitab dari perspektif Allah, yang berbeda tajam dengan pandangan Iblis yang kurang bijaksana dan gagal memahami kedaulatan Tuhan, yang pada akhirnya akan dikalahkan melalui Kerajaan Allah.
Catatan Lengkap: Hikmat Ilahi di Balik Pohon Pengetahuan dan Rencana Kekal Allah
I. Pengantar: Memahami Firman dan Rencana Ilahi
Bab ini membahas wawasan teologis mendalam tentang Pohon Pengetahuan Baik dan Jahat di Taman Eden, menyoroti hikmat kedaulatan Allah dan rencana kekal-Nya.
Firman (Word) adalah konsep sentral; ia bukan hanya kata-kata yang diucapkan tetapi adalah Pribadi Allah itu sendiri, yang mewujudkan roh dan kehidupan. Firman Allah adalah realitas yang hidup, integral bagi keberadaan manusia dan transformasi rohani.
Konsep-konsep kunci yang diperkenalkan termasuk kehendak bebas (free will), sifat dosa, peran hukum (Nomos), dan kontras antara pemahaman manusia dan iblis—terutama musnahnya hikmat ilahi (hikmat Allah) pada Iblis.
Penting untuk melihat peristiwa alkitabiah dari perspektif Allah, bukan dari perspektif Iblis, untuk mencapai pemahaman dan iman yang sejati.
Hidup dan iman manusia berakar pada rencana kekal Allah, yang diungkapkan melalui Firman-Nya.
Rencana Allah dilaksanakan melalui hukum dan hikmat ilahi, bukan melalui kegagalan atau kebetulan.
II. Tujuan Sejati Pohon Pengetahuan di Eden
Pohon Pengetahuan Baik dan Jahat sengaja ditanam oleh Allah di Eden.
Manusia ditempatkan di Eden bukan hanya untuk diuji atau dijebak, tetapi untuk mengelola dan memelihara taman, termasuk pohon itu sendiri (Kejadian 2:15).
Larangan memakan buah dari pohon itu adalah ekspresi dari kehendak bebas, yang memungkinkan manusia memilih ketaatan atau ketidaktaatan.
Pohon itu merepresentasikan kehendak bebas manusia, sebuah karunia yang diberikan Allah kepada manusia, berbeda dengan sifat spiritual malaikat.
Kesalahpahaman Iblis:
Iblis menafsirkan larangan itu sebagai ujian yang dapat ia eksploitasi untuk menggagalkan rencana Allah.
Kesalahpahaman ini menyoroti kurangnya hikmat ilahi pada Iblis.
Iblis menyangka bahwa Eden adalah arena ujian ("Iblis menyangka bahwa itu adalah arena ujian"), tetapi sebenarnya itu adalah jebakan ilahi bagi Iblis sendiri.
III. Peran Hukum Ilahi dan Konsep Dosa
Dosa sudah ada bahkan sebelum hukum formal (Torah / taurat) diberikan kepada Musa.
Hukum (Nomos) dalam Alkitab mewakili tatanan ilahi Allah dan bukan hanya perintah tertulis.
Meskipun dosa ada (masuk ke dalam dunia) sejak Adam, ia tidak secara resmi diperhitungkan sampai hukum diwahyukan (Roma 5:12,13).
Kematian (maut) berkuasa sejak zaman Adam, menunjukkan bahwa konsekuensi dosa sudah aktif jauh sebelum Musa (Roma 5:14).
Hukum Allah adalah kudus, adil, dan baik (Roma 7:12), membentuk dasar tata kelola ilahi.
Kehadiran hukum menunjukkan keadilan Allah, dan dosa hanya diperhitungkan di mana hukum itu dikenal.
Catatan:
Ibrani 8:10 (TB) "Maka inilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu (sesudah Ia membawa mereka keluar dari Mesir)," demikianlah firman Tuhan. "Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
IV. Kontras antara Perspektif Iblis dan Hikmat Allah
Sepanjang bab, pembicara mengkontraskan ketidaktahuan dan kesombongan Iblis dengan hikmat kedaulatan Allah.
Pemberontakan Iblis (Yesaya 14, Yehezkiel 28) berasal dari kesombongan dan keinginan untuk menyaingi Allah.
Iblis percaya bahwa rencana Allah telah gagal ketika Adam dan Hawa berdosa, tetapi pada kenyataannya, Allah telah meramalkan dan memasukkan peristiwa ini ke dalam tujuan kekal-Nya.
Kurangnya hikmat Iblis membuatnya salah membaca Eden sebagai medan pertempuran untuk kesetiaan umat manusia.
Rencana Allah mencakup penggunaan salah langkah Iblis sebagai cara untuk mengalahkannya secara permanen.
Penyaliban Yesus dikutip sebagai bukti: seandainya Iblis memahami rencana Allah, ia tidak akan mengizinkan kematian Kristus, yang memulai penebusan umat manusia.
Kegagalan Iblis adalah ketidakmampuannya untuk memahami struktur ilahi ini.
Allah bersukacita bahkan ketika Iblis memakan umpannya ("Allah tertawa ketika iblis memakan umpannya"), karena hal itu memajukan rencana ilahi.
V. Karya Berdaulat Allah Melalui Manusia yang Tidak Sempurna
Allah bekerja melalui individu-individu yang cacat (seperti Abraham, Nuh, Samuel, Daniel, dan lainnya) untuk mencapai rencana ilahi-Nya.
Tata kelola Allah beroperasi melalui hukum dan penunjukan ilahi,[juga keadilanNya] bukan hanya kesempurnaan manusia.
Contohnya, Abraham dipanggil dari latar belakang pagan (Ur Kasdim) dan dibawa ke dalam rencana Allah meskipun memiliki ketidaksempurnaan (Kejadian 12).
Nuh mendapat kasih karunia di mata Allah di tengah korupsi yang meluas (Kejadian 6:8).
Kehidupan para hamba Allah ini menggarisbawahi bahwa rencana Allah melampaui kegagalan manusia dan berakar pada hukum ilahi.
Iblis tidak melihat bagaimana Allah mengatur sejarah melalui hamba-hamba pilihan-Nya ("Iblis tidak tahu bagaimana Allah bekerja pada beberapa hamba-hambanya yang besar").
Rencana Allah tidak digagalkan oleh dosa manusia tetapi bekerja melaluinya menuju pemulihan tertinggi.
VI. Kerajaan Allah dan Kekalahan Mutlak Kejahatan
Kerajaan Allah (kerajaan surga) adalah solusi akhir bagi masalah kejahatan dan dosa di bumi.
Kerajaan ini dicirikan oleh kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Roh Kudus (Roma 14:17).
Pengakuan Yesus oleh Petrus (Matius 16:16-19) menandai fondasi gereja dan otoritas untuk mengikat dan melepaskan di bumi dan di surga.
Kerajaan ini bersifat sekarang (present) dan masa depan (future), menjembatani realitas ilahi dan duniawi.
Kehadiran Iblis di bumi bersifat sementara dan pada akhirnya akan disingkirkan.
Kejatuhan manusia dan kutukan berikutnya atas ciptaan (Roma 8:19-21) adalah bagian dari proses ilahi yang mengarah pada pemulihan kosmik.
Kerajaan Allah akan terwujud sepenuhnya ketika bumi mencerminkan surga, bebas dari dosa dan kematian.
VII. Bahaya Mengadopsi Perspektif Satanik dalam Interpretasi Alkitab
Pembicara memperingatkan agar tidak menafsirkan Kitab Suci dari perspektif Satanik atau duniawi, yang dapat menyebabkan keputusasaan, kesalahpahaman, dan kekalahan rohani.
Banyak yang menafsirkan Alkitab dengan berfokus pada kegagalan dan kejahatan manusia, yang mencerminkan sudut pandang Iblis.
Pemahaman yang benar memerlukan pekerjaan Roh Kudus dan penerimaan hukum kedaulatan Allah.
Pesimisme tentang bangsa-bangsa dan kepemimpinan dikritik sebagai dipengaruhi oleh pandangan dunia Satanik.
Iman menuntut kepercayaan pada rencana kekal Allah meskipun ada kesulitan saat ini.
"Jika firman Tuhan mengatakan perintah itu tidak berat, sementarasaudara merasakan itu berat, berarti saudara kurang mencintai Tuhan".
Orang percaya dipanggil pada iman yang melampaui keadaan yang terlihat dan selaras dengan tujuan ilahi.
Kemenangan tertinggi dijamin melalui ketaatan dan kebangkitan Kristus.
Iman didasarkan pada hikmat dan hukum Allah yang tidak pernah gagal, bukan pada keadaan manusia.
VIII. Panggilan untuk Merangkul Hikmat Allah (Kesimpulan)
Bab ini menantang orang percaya untuk:
Mengenali Firman Allah sebagai Pribadi yang hidup yang memberdayakan hidup dan iman.
Memahami Pohon Pengetahuan bukan sebagai ujian semata tetapi sebagai strategi ilahi.
Memahami bahwa dosa dan hukum ada dalam hubungan yang kompleks sebelum hukum Musa.
Menolak perspektif Satanik yang salah memahami rencana Allah sebagai kegagalan.
Melihat sejarah alkitabiah sebagai orkestrasi kedaulatan Allah melalui manusia yang tidak sempurna.
Menantikan Kerajaan Allah sebagai pemulihan tertinggi ciptaan.
Menyelaraskan pandangan dunia mereka dengan hikmat Allah, memercayai hukum dan janji kekal-Nya.
Pemahaman ini memberikan kerangka kerja transformatif untuk memahami realitas spiritual dan sejarah manusia melalui lensa hikmat dan hukum kekal Allah, mendorong orang percaya untuk hidup dengan keyakinan dan harapan.