Prinsip Cinta dan Keteguhan Iman
Kid 2:5 Kuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah apel, sebab sakit asmara aku.
Kismis melambangkan kekuatan roh, sementara buah apel diartikan sebagai perkataan Tuhan yang tepat waktu dan menyegarkan.
Ams 25:11 Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.
Pembicara menjelaskan bahwa perkataan ini, seperti apel emas di pinggan perak, tersedia di "istana raja," menunjuk pada kehadiran Roh Kudus yang menyampaikan firman Kristus. Lebih lanjut, teks membahas tangan kiri kekasih di bawah kepala mempelai sebagai kasih Tuhan yang menjangkau orang-orang "bodoh" dan "asing," sementara tangan kanannya yang memeluk melambangkan kemenangan, kekuatan, dan kehormatan yang melingkupi gereja. Akhirnya, ditekankan pentingnya menjaga kemurnian cinta kepada Kristus dan menolak cinta palsu yang digerakkan oleh faktor lahiriah.
Seruan "kuatkanlah aku dengan penganan kismis" diinterpretasikan sebagai permintaan untuk dikuatkan dalam batin sehingga tetap berdiri teguh.
Mempelai wanita menggambarkan dirinya berada di medan peperangan dan pencobaan berat.
Dia tidak meminta kekasihnya (Kristus) datang segera, melainkan meminta dikuatkan dari tempat-Nya. Ini menjadi seruan umat Tuhan kepada Kristus.
Kristus akan datang pada waktu yang ditentukan Bapa. Oleh karena itu, umat berseru untuk dikuatkan agar dapat menuai kemenangan demi kemenangan dan tetap setia di hadapan Kristus.
Kekuatan batin ini berkaitan dengan iman yang membuat rupa Allah terbangun dalam diri seseorang sehingga kasih, kesetiaan, dan ketulusan tidak berubah (Ibrani 11).
Contoh Lazarus yang miskin namun beriman menunjukkan bahwa iman tetap teguh meski dalam keadaan hina.
"Segarkanlah aku dengan buah apel"
"Segarkanlah aku dengan buah apel" (dalam King James Version: "Comfort me with apples") adalah seruan kedua setelah permintaan untuk dikuatkan.
Ungkapan "sakit asmaraku" (sick of love) mengindikasikan kebutuhan akan kismis dan buah apel untuk melampiaskan cinta atau menjaga kualitas cinta kepada sang kekasih.
Buah apel dalam konteks ini bukan sekadar buah fisik, melainkan memiliki makna spiritual.
Ini adalah bayangan atau imajinasi mempelai wanita tentang kepribadian sang kekasih, yaitu Gembala.
Sang kekasih diumpamakan seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, menunjukkan keunikan-Nya.
Mempelai ingin duduk di bawah naungannya untuk perlindungan, dan "rasanya manis bagi langit-langitku" menggambarkan betapa manisnya janji dan perkataan Tuhan (Mazmur 119).
Mempelai tidak mendapati kualitas "buah apel" ini di sekitarnya, termasuk Raja Salomo.
"Segarkanlah aku" (hiburlah aku) dengan buah apel merujuk pada perkataan Tuhan.
Amsal 25 ayat 11 menyatakan: "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak".
"Buah apel emas" menunjukkan nilai yang berbobot, dan "pinggan perak" menunjukkan ketersediaan di tempat yang istimewa, yaitu istana raja.
Perkataan Tuhan yang tepat waktu selalu tersedia untuk menguatkan dan menyegarkan saat menghadapi pencobaan.
Perkataan yang tepat ini memiliki dampak langsung dan menyegarkan sehingga tidak memerlukan pertolongan lain.
Sumber perkataan yang menyegarkan ini tidak selalu ditemukan langsung saat mencari di Alkitab pada saat itu.
Ini bisa berupa perkataan Tuhan, hamba Tuhan, atau yang disampaikan oleh Roh Kudus.
Yohanes 14 ayat 26 menjelaskan bahwa Roh Kudus, Sang Penghibur, akan mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan akan semua yang telah dikatakan Yesus.
"Penghibur" (Comforter) dalam King James Version sejajar dengan "segarkanlah aku" (Comfort me).
Roh Kudus menyampaikan perkataan yang telah dikatakan Yesus, yang sudah tersedia ("di atas pinggan perak").
Ini mengimplikasikan bahwa perkataan Salomo tidak memberikan penyegaran yang sama.
Jemaat harus memiliki telinga untuk mendengarkan apa yang dikatakan Roh Kudus (Wahyu 2:7) dan mentaatinya.
Roh Kudus hanya menyampaikan apa yang telah dikatakan Yesus (Yohanes 14:26), tetapi juga memimpin ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13), yang didengar dari Bapa dan Kristus.
Perkataan yang tepat dari Gembala (Kristus) akan menyegarkan dan menghibur meski Dia tidak hadir secara fisik.
Perkataan yang tepat itu seperti apel emas di atas pinggan perak, disajikan di istana untuk menghibur dan menghormati raja.
Yesaya 50 ayat 4 menyatakan bahwa Tuhan Allah memberikan lidah seorang murid untuk dapat mengucapkan perkataan yang memberi semangat baru kepada yang letih lesu.
Untuk dapat mendengar dan menyampaikan perkataan yang tepat, seseorang perlu memiliki telinga seperti seorang murid yang mempertajam pendengarannya setiap pagi.
Tuhan mengajarkan agar kita dapat mengucapkan perkataan yang tepat bagi orang lain.
Ketidakakuratan dalam mendengar firman Tuhan dapat menyebabkan penyampaian yang tidak akurat dan meneguhkan orang dengan opini sendiri.
Perkataan yang tepat membangkitkan semangat baru bagi yang letih lesu (contoh orang Mesir yang disegarkan oleh kismis pemberian Daud).
"Sakit asmara" mengindikasikan kebutuhan akan perkataan Tuhan yang membangkitkan semangat dan menjaga kualitas cinta kepada-Nya.
Kerinduan mempelai untuk menjaga kualitas cintanya kepada Gembala meskipun tidak terlihat secara fisik.
"Penganan kismis" melambangkan roh yang kuat, dan "buah apel" melambangkan perkataan yang tepat, keduanya penting untuk kualitas cinta yang tinggi.
Ciri gereja yang diharapkan: memiliki roh yang kuat, mendambakan dan mengucapkan perkataan yang tepat untuk menjaga kesetiaan kepada Kristus.
Kualitas Cinta
Kualitas cinta yang diharapkan adalah kekudusan (1 Petrus 1:15-16).
Dibawa ke rumah pesta (Kidung Agung 2:4) menunjukkan posisi rohani di mana Kristus mencurahkan darah-Nya.
Kidung Agung 2:6 menggambarkan kualitas cinta: "tangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku".
Tangan kiri di bawah kepala berarti menyentuh, menggapai, meraih.
Tangan kanan memeluk berarti merangkul, menunjukkan keintiman cinta yang diekspos kepada publik.
Ini sejalan dengan Kidung Agung 2:4, di mana panjinya di atas adalah cinta.
Signifikansi Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Mat 25:33 dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.
Dalam Matius 25:33, domba ditempatkan di kanan dan kambing di kiri, mengartikan tangan kiri sebagai bangsa asing atau yang bukan umat Tuhan.
Merangkul dengan tangan kiri menunjukkan kasih Gembala kepada bangsa asing (Yehezkiel 34:17, Roma 9:25).
Kisah Yunus 4:11 tentang Niniwe yang tidak dapat membedakan tangan kiri dari kanan menggambarkan orang yang berbuat baik tetapi tidak benar di hadapan Allah.
Roma 3:20 dan 28 menegaskan bahwa manusia dibenarkan karena iman, bukan karena melakukan hukum Taurat.
Seberapa besar cinta kasih Tuhan?
Seberapa besar sih cinta kasih Tuhan Kita kan hanya tahu dia memberikan nyawanya. Merangkul dengan tangan kiri menunjukkan ada kelompok orang-orang bodoh, tapi dia merangkul. Lewat tangan kiri berarti itu adalah cinta kasihnya Tuhan kepada dunia ini bagaimana Tuhan tetap mengasihi orang bodoh, orang durjana, orang hina, orang jahat, orang bersikap buruk, orang yang hanya memikirkan Mamon, harta. Kasih Tuhan melampaui semuanya itu.
Kasih yang Melampaui Batasan: Tangan kiri sang kekasih yang berada di bawah kepala mempelai juga diartikan sebagai cinta kasih Tuhan yang menjangkau dunia, termasuk orang-orang yang dianggap "bodoh," "durdjana," dan tidak mengenal kebenaran. Analogi dengan orang-orang Niniwe yang tidak dapat membedakan tangan kiri dari kanan menggambarkan kasih Tuhan yang tetap ada meskipun manusia berbuat baik namun tidak benar di mata-Nya. Ini menunjukkan bahwa kasih Tuhan melampaui segala kebodohan dan ketidaktaatan manusia.
Kualitas Kasih yang Tidak Bersyarat: Cinta kasih Tuhan yang sejati tidak didasarkan pada berkat materi atau terhindar dari penderitaan, melainkan pada iman yang teguh pada janji-janji-Nya. Hal ini kontras dengan "cinta palsu" yang digerakkan oleh faktor luar dan nafsu kedagingan.
Secara keseluruhan, cinta kasih Tuhan adalah sangat besar dan melampaui segala keterbatasan. Ia tidak hanya mencintai gereja-Nya dengan kasih yang intim dan memberikan kekuatan serta kemenangan, tetapi juga menjangkau seluruh dunia dengan kasih yang tidak terhalang oleh kebodohan atau ketidaktaatan manusia. Kualitas cinta ini berakar pada janji dan kebenaran-Nya, bukan pada kondisi atau perbuatan manusia.
Sisi kiri juga menyatakan posisi tidak terhormat (Yehezkiel, Matius 25) dan orang-orang najis.
Amsal 10:2 menyatakan bahwa hati orang berhikmat menuju kanan, tetapi hati orang bodoh ke kiri.
Orang bodoh (di tangan kiri):
Mendengar tetapi tidak melakukan firman Tuhan (Matius 7:26).
Kaya bagi diri sendiri tetapi tidak kaya di hadapan Tuhan (Lukas 12:19-21).
Lamban hati untuk percaya segala sesuatu yang telah dikatakan firman Tuhan (Lukas 24:25).
Tangan kiri kekasih di bawah kepala mempelai menunjukkan kasih Tuhan kepada gereja dan dunia, bahkan kepada orang bodoh dan berdosa.
Yesaya 41:10 menyatakan bahwa tangan kanan Tuhan membawa kemenangan.
Keluaran 15:6 menggambarkan tangan kanan Tuhan yang mulia karena kekuasaan-Nya dan menghancurkan musuh (kemenangan, kekuatan, kemuliaan).
Mazmur 16:11 menyatakan bahwa di tangan kanan Tuhan ada nikmat senantiasa (perkenanan Tuhan).
Markus 14:62 dan Kisah Para Rasul 2:34 menjelaskan bahwa duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa adalah posisi kehormatan dan kemuliaan bagi Yesus.
Tangan kanan kekasih yang merangkul mempelai melingkupi gereja dengan kemenangan, kekuatan, kehormatan, dan perkenanan.
Cinta yang Palsu dan Prinsip Cinta yang benar (Kidung Agung 2:7)
Kidung Agung 2:7 "Kusumpahi kamu putri-putri Yerusalem demi kijang atau demi rusa-rusa betina di Padang: jangan kamu membangkitkan atau menggerakkan cinta sebelum diingininya"
Gadis Sunem menyumpahi gadis-gadis Yerusalem (lambang), karena beberapa alasan penting:
Ia mempunyai prinsip hubungan cinta yang benar, berbeda dengan apa yang dilakukan putri-putri Yerusalem dan godaan duniawi (seperti Salomo).
Prinsip cinta sejati kepada Tuhan tidak didasarkan pada berkat (termasuk berkat-berkat rohani: karunia-karunia roh, pengurapan, pelayanan dan mujizat) atau menghindari penderitaan dan kesusahan, melainkan iman yang teguh pada janji-Nya meskipun dalam kesulitan atau kesenangan.
Peringatan terhadap cinta palsu yang digerakkan oleh faktor luar, bukan dari pengenalan batin akan Tuhan.
Cinta palsu dibangkitkan oleh nafsu kedagingan dan penilaian lahiriah terhadap Tuhan.
Kasih Tuhan yang melampaui segala kebodohan dan ketidaktaatan dianugerahkan kepada gereja-Nya. Ungkapan syukur atas penyingkapan kasih Tuhan yang menjangkau dunia dan mengasihi gereja-Nya.
Mempertahankan Prinsip Cinta yang Benar: Sumpahnya menunjukkan bahwa ia hidup dengan prinsip yang benar dalam hubungan cinta kasihnya dengan sang kekasih (yang melambangkan Kristus). Ia tidak ingin cinta itu dibangkitkan atau digerakkan secara prematur atau oleh motivasi yang salah (contoh: gadis Sunem ditawarkan kekayaan, perlindungan, fasilitas-fasilitas dan kenyamanan hidup, kedudukan) seperti yang mungkin dilakukan oleh putri-putri Yerusalem.
Menghindari Cinta yang Tidak Diinginkan: Ia bersumpah untuk tidak membangkitkan dalam dirinya kasih cinta yang tidak diinginkan kepada orang lain. Ini mengindikasikan kesetiaannya hanya kepada sang kekasih dan penolakannya terhadap gairah atau ketertarikan yang tidak sesuai dengan prinsip cinta sejatinya.
Menolak Cinta Palsu: Sumpahnya secara implisit memperingatkan terhadap apa yang kemudian dijelaskan sebagai cinta palsu. Cinta palsu ini digerakkan oleh faktor luar dan bukan berasal dari batin serta pengenalannya yang mendalam akan sang kekasih. Ia tahu bahwa cinta palsu dapat merusak kemurnian cintanya kepada kekasihnya, sama seperti cinta umat kepada Kristus dapat dirusak oleh motivasi yang dangkal.
Fokus pada Kualitas Cinta yang Sejati: Tindakannya menunjukkan bahwa kualitas cinta yang diinginkannya bukanlah cinta yang didasarkan pada berkat materi atau menghindari penderitaan. Sebaliknya, ia menekankan iman yang teguh pada janji-janji kekasihnya meskipun dalam kesulitan. Ia tidak ingin cinta yang mudah tergoda atau bergantung pada keadaan lahiriah.
Menghormati Kekasihnya: Sumpahnya juga mencerminkan penghormatannya yang tinggi kepada sang Gembala (kekasihnya), melebihi semua orang lain. Ia ingin cinta itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kehendak dan waktu yang tepat, bukan dipaksakan oleh pengaruh eksternal.
Dengan demikian, sumpah sang gadis Sunem adalah pernyataan tegas tentang komitmennya terhadap cinta yang murni, setia, dan didasarkan pada prinsip yang benar, serta penolakannya terhadap segala bentuk cinta yang dangkal, palsu, atau tidak sesuai dengan hubungannya yang eksklusif dengan sang kekasih.