Kita harus mendapat pemahaman tentang Mesias, khususnya Yesus dengan perspektif yang benar. Sumber pertama menekankan pentingnya memandang kehidupan dan pengorbanan Yesus dari perspektif ilahi, bukan hanya harapan manusia yang bersifat lahiriah dan sementara. Bagaimana pemahaman manusia tentang Mesias, seringkali didasarkan pada harapan dan kebutuhan sesaat, berbeda dengan rencana Allah yang abadi. Inilah bahaya mengikuti keinginan dan ambisi pribadi daripada menekankan pentingnya penyerahan diri kepada Roh Kudus untuk menerima warisan rohani sejati. Kita akan menggunakan contoh-contoh Alkitabiah untuk mengilustrasikan perbedaan tersebut.
Kunci untuk menerima warisan rohani yang kekal dari Tuhan adalah dengan tidak memulai dari pikiran manusia atau harapan dan pemenuhan kebutuhan semata, melainkan dengan menerima warisan rohani berdasarkan penyerahan diri kepada Roh Kudus. Sumber-sumber menjelaskan bahwa ada perbedaan besar antara pemikiran manusia dan pemikiran Allah.
Sumber: Training Leader Camp 2024 Sesi 8 Ps. Djonny Tambunan: The Mind of Simon Peter
Berikut adalah beberapa poin penting untuk memahami konsep ini:
Perspektif Ilahi vs. Perspektif Manusia: Memahami kehidupan dan pengorbanan Yesus dari sudut pandang ilahi, bukan dari sudut pandang manusia yang terbatas. Manusia sering kali memahami berdasarkan harapan dan kebutuhan sesaat, sementara Allah berfokus pada kekekalan dan rencana-Nya.
Mengasihi Tuhan dengan Segenap Hati: Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi adalah kunci. Ini berarti bahwa pikiran, perasaan, dan kehendak harus selaras dengan hati nurani yang dipimpin oleh Roh Kudus.
Bukan tentang Berkat atau Pemenuhan Kebutuhan: Cinta kepada Tuhan seharusnya bukan didasarkan pada apa yang telah Dia lakukan atau berikan, tetapi karena Pribadi-Nya. Tuhan tidak ingin cinta yang hanya merupakan balasan atas perbuatan-Nya atau dengan pamrih, yang berarti bukan kasih agape, karena bersyarat. Warisan rohani bukan tentang berkat atau pemenuhan kebutuhan duniawi, melainkan tentang bagaimana kehidupan dan kepribadian kita di hadapan Tuhan.
Menyerahkan Diri pada Roh Kudus: Roh Kudus adalah yang memampukan kita untuk melihat bukti dan memahami kebenaran ilahi. Roh Kudus bekerja dari dalam roh kita, membawa firman dan petunjuk Allah.
Menghindari Pikiran Manusiawi: Pikiran manusia seringkali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh iblis dan dapat menjadi batu sandungan. Pikiran yang berfokus pada diri sendiri, harapan, dan kebutuhan duniawi dapat menghalangi kita menerima warisan rohani.
Iman yang Sejati: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Iman memungkinkan kita memahami bahwa alam semesta diciptakan oleh firman Allah.
Melihat Dimensi Allah: Warisan rohani yang sesungguhnya adalah dimensi Allah yang menjadi nyata dalam hidup kita. Ini bukan tentang apa yang kita warisi dari orang lain atau apa yang kita capai, tetapi tentang bagaimana rupa Allah tercermin dalam diri kita.
Proses Kedewasaan Rohani: Untuk menerima warisan, kita harus mengalami proses kedewasaan rohani. Kedewasaan rohani bukan hanya tentang pemahaman atau pewahyuan yang banyak, tetapi tentang bagaimana rupa Allah, karakter Allah semakin nyata dalam hidup kita. Kita harus bersedia untuk dipimpin oleh Roh Kudus ke tempat yang mungkin tidak kita kehendaki.
Menghindari "Cocokologi": Jangan mencocok-cocokkan ayat Alkitab untuk membenarkan harapan dan kebutuhan pribadi, tetapi biarkan Roh Kudus menuntun pemahaman kita.
Teladan: Teladan seperti Musa dan Maria Magdalena menunjukkan bahwa mereka melihat sesuatu yang di luar pemahaman manusia, dan karena itu menerima apa yang Allah sediakan. Sebaliknya, Salomo adalah contoh orang yang gagal menerima warisan karena membiarkan pikirannya dipengaruhi oleh keinginan duniawi dan mengabaikan teladan Daud.
PEMBAHASAN
Pemahaman orang Yahudi tentang Mesias.
Mat 16:13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" 14 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi."
Pemahaman orang Yahudi tentang Mesias sangat dipengaruhi oleh harapan dan kebutuhan mereka pada saat itu, yang seringkali berfokus pada pemulihan dan kejayaan duniawi1.... Mereka menafsirkan nubuatan-nubuatan dalam kitab suci mereka sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka, bukan dengan perspektif ilahi4.... Berikut adalah poin-poin kunci dalam pemahaman mereka:
Keturunan Daud: Mereka percaya bahwa Mesias pasti berasal dari garis keturunan Daud. Sosok Daud yang perkasa dan berhasil mendirikan kerajaan Israel yang kuat sangat membekas dalam benak mereka. Mereka melihat Mesias sebagai penerus Daud yang akan mengembalikan kejayaan Israel.
Pahlawan Perang: Orang Yahudi mengharapkan Mesias sebagai pahlawan perang yang akan mengalahkan musuh-musuh mereka dan membebaskan mereka dari penjajahan. Mereka menginginkan Mesias yang akan menaklukkan bangsa-bangsa lain dan mengembalikan kekuasaan Israel. Mereka membayangkan Mesias akan menghajar bumi dengan perkataannya dan membunuh orang fasik.
Pemulih Kerajaan dan Bait Suci: Mereka mengharapkan Mesias untuk memulihkan kerajaan Israel dan membangun kembali Bait Suci di Yerusalem11.... Bait Suci adalah pusat ibadah mereka dan simbol kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, sehingga pemulihannya menjadi dambaan utama..
Kejayaan Duniawi: Mereka menginginkan Mesias yang akan mengurusi urusan duniawi dan memberikan kemakmuran serta keadilan2.... Mereka berharap Mesias akan mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan yang mereka alami3.... Mereka menafsirkan nubuatan tentang Mesias yang akan mengumpulkan orang-orang Israel yang terbuang sebagai pemulihan bangsa secara fisik dan politik.
Penafsiran yang Dipengaruhi Kebutuhan: Pemahaman mereka tentang Mesias seringkali didasarkan pada penafsiran yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Mereka cenderung melakukan "cocokologi," mencocokkan ayat-ayat Alkitab dengan kondisi mereka saat ini. Mereka tidak mencari pemahaman yang mendalam dari Roh Kudus, tetapi lebih kepada solusi cepat untuk masalah duniawi mereka.
Konsep Mesias yang Terbatas: Mereka tidak memahami bahwa Mesias datang untuk menebus dosa dan menawarkan kehidupan kekal. Mereka hanya melihat Mesias sebagai pemimpin politik dan militer yang akan membebaskan mereka dari penjajahan. Mereka tidak memahami konsep Mesias sebagai korban penebusan dosa.
Menolak Yesus: Karena pemahaman mereka yang berpusat pada duniawi, mereka menolak Yesus sebagai Mesias.. Mereka tidak dapat menerima Yesus yang menderita, mati, dan bangkit kembali. Mereka mengharapkan Mesias yang perkasa secara fisik dan politik, bukan Mesias yang lemah lembut dan berkorban. Mereka juga tidak dapat menerima konsep Mesias yang tidak memiliki ayah biologis.
Paradoks: Mereka tidak dapat memahami paradoks bahwa Mesias adalah keturunan Daud sekaligus Tuhannya.. Mereka terpaku pada keyakinan bahwa leluhur lebih besar dari keturunannya, sehingga mereka tidak dapat menerima bahwa Daud menyebut Mesias sebagai tuannya.
Singkatnya, orang Yahudi pada zaman Yesus memiliki pemahaman yang keliru tentang Mesias karena mereka terfokus pada kebutuhan dan harapan duniawi mereka. Mereka gagal melihat bahwa Mesias datang untuk menawarkan kehidupan kekal dan penebusan dosa, bukan hanya pembebasan politik atau ekonomi. Pemahaman mereka yang dipengaruhi oleh pikiran manusia dan iblis. membuat mereka menolak Yesus sebagai Mesias.
Kesalahan utama Simon Petrus dalam memahami peran Mesias.
Mat 16:22 Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." 23 Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Kesalahan utama Simon Petrus dalam memahami peran Mesias adalah karena ia menggunakan pola pikir manusiawi dan harapan duniawi, bukan berdasarkan pemahaman ilahi yang berasal dari Roh Kudus. Ia memproyeksikan pemahamannya sendiri tentang Mesias, yang selaras dengan harapan dan ekspektasi orang Yahudi pada umumnya, daripada menerima kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan. Berikut rincian kesalahan Petrus:
Menolak Penderitaan Mesias: Petrus tidak dapat menerima bahwa Mesias harus menderita, mati, dan tidak percaya akan bangkit kembali. Ia menolak gagasan bahwa Yesus akan pergi ke Yerusalem untuk menanggung penderitaan dari para pemimpin agama dan kemudian dibunuh. Petrus berkata kepada Yesus, "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan Engkau dari hal itu. Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau". Ini menunjukkan bahwa Petrus memandang Mesias sebagai sosok yang harus berjaya secara duniawi, bukan sebagai pribadi yang harus mengorbankan diri.
Pikiran Manusiawi vs. Pikiran Allah: Petrus memikirkan apa yang dipikirkan manusia, bukan apa yang dipikirkan Allah. Ia bertindak berdasarkan kasihnya (pileo) kepada Yesus, dan ingin melindungi gurunya dari penderitaan. Namun, tindakan ini justru menghalangi rencana Allah, dan Yesus menegur Petrus dengan keras, "Enyahlah Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia".
Dipengaruhi Iblis: Meskipun Petrus memiliki niat baik, pikirannya dipengaruhi atau dimanipulasi oleh iblis, yang menggunakan pikiran manusiawi Petrus untuk menghalangi rencana Allah. Iblis tidak memasukkan pikiran ke dalam diri Petrus, tetapi menemukan pikiran yang sudah ada dalam diri Petrus yang selaras dengan keinginannya. Iblis kemudian menggunakan hikmatnya untuk mewujudkan pikiran tersebut.
Konsep Mesias yang Keliru: Petrus memiliki konsep Mesias yang salah, sama seperti orang Yahudi pada umumnya3.... Ia menginginkan Mesias yang akan membebaskan mereka secara politik dan duniawi, bukan secara rohani dari dosa dan kematian3.... Konsep Mesias ini berakar pada harapan dan kebutuhan duniawi mereka9. Petrus tidak memahami bahwa Mesias datang untuk memberikan kehidupan kekal dan hubungan yang benar dengan Allah10.
Tidak Memahami Perspektif Ilahi: Petrus tidak memahami bahwa Yesus harus menderita dan mati sebagai bagian dari rencana penebusan Allah1. Petrus tidak melihat pengorbanan Yesus dari perspektif ilahi, yaitu sebagai cara untuk membayar hutang dosa manusia dan memberikan kehidupan kekal10....
Kasih yang Salah: Meskipun Petrus mengasihi Yesus, kasihnya berasal dari pikirannya sendiri dan berpusat pada keinginan (kemanusiaan) untuk melindungi Yesus dari penderitaan. Kasih yang sejati haruslah didasarkan pada kasih agape, yaitu kasih yang berasal dari Allah dan berpusat pada kehendak-Nya.. Kasih Petrus pada saat itu masih merupakan kasih phileo yaitu kasih persaudaraan (humanisme) yang tidak berpusat pada kehendak Allah.
Tidak Menyerahkan Diri pada Roh Kudus: Petrus masih beroperasi dalam pemikiran manusiawi dan belum sepenuhnya menyerahkan diri pada Roh Kudus. Ia belum mengerti cara kerja Roh Kudus dalam membawa pemahaman ilahi. Roh Kudus seharusnya memampukan Petrus untuk melihat bukti dan memahami kebenaran ilahi.
Singkatnya, kesalahan utama Simon Petrus adalah pemikirannya yang berpusat pada manusia (humanisme), harapan duniawi, dan penolakan terhadap penderitaan Mesias, yang bertentangan dengan kehendak Allah dan rencana penebusan-Nya. Ia belum sepenuhnya mengerti bahwa Mesias datang bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi untuk memenuhi rencana Bapa.
Perbedaan pemahaman manusia dan Allah tentang peran Mesias.
Perbedaan pemahaman manusia dan Allah tentang peran Mesias sangat mendasar, terutama dalam hal motivasi, tujuan, dan sifat Mesias itu sendiri. Pemahaman manusia sering kali berakar pada harapan dan kebutuhan duniawi, sementara pemahaman Allah berfokus pada kekekalan dan rencana-Nya. Berikut adalah rincian perbedaan tersebut:
Beda motivasi dan tujuan:
Manusia: Orang Yahudi pada zaman Yesus mengharapkan Mesias yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, memulihkan kerajaan Daud, membangun kembali Bait Suci, dan memberikan kemakmuran duniawi. Mereka menginginkan Mesias yang akan mengurusi urusan dunia yang bersifat sementara5. Mereka menafsirkan nubuatan tentang Mesias sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri, dan mereka menginginkan Mesias yang akan memenuhi harapan dan kebutuhan mereka yang bersifat sementara. Mereka melakukan "cocokologi" untuk mencocokkan nubuatan dengan kebutuhan mereka.
Allah: Allah mengutus Mesias untuk menawarkan kebebasan dan kemerdekaan yang kekal dari dosa, iblis, dan kematian kekal. Tujuan utama Mesias adalah untuk memberikan kehidupan baru dan kekal, bukan sekadar pemenuhan kebutuhan duniawi. Rencana Allah berfokus pada kekekalan dan pembentukan karakter ilahi dalam diri manusia. Allah ingin agar manusia mencintai-Nya karena kepribadian-Nya, bukan karena apa yang telah Dia lakukan.
Sifat Mesias:
Manusia: Mereka membayangkan Mesias sebagai pahlawan perang yang perkasa seperti Daud., Yesus adalah keturunan Daud yang akan memimpin mereka menuju kemenangan duniawi. Mereka menginginkan Mesias yang akan menghukum musuh-musuh mereka dan memberikan kekuasaan. Mereka menginginkan Mesias yang akan berlaku sebagai pahlawan perang. Mereka mengharapkan Mesias yang akan menaklukkan bangsa-bangsa lain12. Mereka melihat Mesias sebagai sosok superhero.
Allah: Mesias yang diutus Allah adalah pribadi yang berkorban, menderita, mati, dan bangkit kembali untuk menebus dosa manusia.. Dia adalah anak domba Allah yang mengorbankan diri-Nya untuk membayar hutang dosa manusia. Dia juga adalah Raja Damai yang menawarkan kehidupan kekal di langit baru dan bumi baru. Allah melihat Mesias sebagai sosok yang memiliki karakter ilahi dan mengasihi dengan kasih agape. Mesias adalah pribadi yang agung dan cemerlang.
Cara Memandang Mesias:
Manusia: Manusia cenderung memandang Mesias melalui pikiran dan harapan mereka sendiri, sering kali terpengaruh oleh pandangan dunia dan iblis18. Mereka tidak mencari pemahaman yang mendalam dari Roh Kudus, tetapi lebih kepada solusi cepat untuk masalah duniawi mereka19. Mereka seringkali gagal memahami bahwa Mesias tidak datang untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi kebutuhan Bapa2.
◦
Allah: Allah memandang Mesias melalui sudut pandang kekekalan, berfokus pada rencana penebusan dosa dan pembentukan karakter ilahi dalam diri manusia7.... Allah mengutus Mesias untuk memenuhi kebutuhan-Nya, bukan kebutuhan manusia2. Allah bekerja dari dalam roh manusia, memberikan hikmat dan pengertian melalui Roh Kudus20.
Contoh Pemikiran Manusia:
Petrus: Petrus, salah satu murid Yesus, awalnya memiliki pemahaman yang keliru tentang Mesias. Dia tidak ingin Yesus menderita dan mati, karena dia memandang dari sudut pandang manusia yang tidak rela melihat gurunya menderita. Yesus menegur Petrus dan menyebutnya "iblis" karena pikirannya tidak selaras dengan pikiran Allah. Petrus mengasihi Yesus, tetapi kasihnya itu bukan agape, melainkan kasih phileo.
Orang Farisi: Orang Farisi juga memiliki pemahaman yang keliru tentang Mesias. Mereka mengukur Yesus dengan standar yang telah mereka tetapkan, dan karena itu mereka menolak Yesus. Mereka tidak dapat memahami bagaimana Mesias bisa menjadi keturunan Daud sekaligus Tuhannya (tuannya) Daud.
Kis 2:34 Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: 35 Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus."
Orang Israel: Orang Israel memiliki konsep yang salah tentang Mesias, mereka menginginkan Mesias yang akan mengurusi urusan dunia yang bersifat sementara5. Mereka menafsirkan nubuatan tentang Mesias dengan cara yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka.
Contoh Pemikiran Ilahi:
Musa: Musa memahami nilai penderitaan demi Kristus, meskipun Kristus belum hadir pada masanya.
Ibr 11:24 Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, 25 karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. 26 Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.
Maria Magdalena: Maria Magdalena mengenali Yesus melalui suaranya, dan memahami bahwa Dia telah bangkit29..., ini menunjukkan pemahaman rohani yang melampaui pemikiran manusia. Maria juga lebih memahami kebangkitan Yesus daripada murid-murid yang lain31....
Secara ringkas, perbedaan utama terletak pada fokusnya: manusia berfokus pada pemenuhan kebutuhan dan harapan duniawi, sementara Allah berfokus pada rencana kekal dan pembentukan karakter ilahi melalui Mesias. Oleh karena itu, untuk menerima warisan rohani yang kekal, seseorang harus melepaskan pemikiran manusiawi dan menyerahkan diri kepada Roh Kudus.
Pertanyaan dan jawaban:
Mengapa Yesus melarang murid-muridnya untuk memberitahukan bahwa Dia adalah Mesias?
Yesus melarang murid-murid-Nya untuk memberitahukan bahwa Ia adalah Mesias karena mereka masih hidup dalam 2 aspek kehidupan antara manusiawi (kehidupan jiwani atau natural) dan sistem ilahi. Selama mereka masih hidup dalam dunia, mereka bisa berlaku seperti Simon (manusia yang lemah) atau Petrus (manusia yang kokoh seperti batu karang), tergantung pada kondisi dan pilihan mereka sendiri. Pengungkapan bahwa Yesus adalah Mesias akan menjadi tidak tepat sampai mereka benar-benar memahami dan menghidupi sistem ilahi (memodelkan kehidupan spiritual ilahi). Selain itu, kesaksian yang benar tentang Yesus sebagai Mesias tidak didasarkan pada perkataan (deklarasi) manusia, melainkan melalui pekerjaan Roh Kudus yang akan memampukan mereka untuk melihat dan mengalami kebenaran tentang Yesus secara pribadi.
Apa perbedaan antara "Simon" dan "Petrus" dalam konteks pembicaraan ini?
"Simon" (artinya buluh) melambangkan aspek manusiawi dalam diri kita yang cenderung lemah, dipengaruhi oleh pikiran dan harapan duniawi, serta mudah goyah. Sementara itu, "Petrus" (artinya batu karang kecil) melambangkan aspek ilahi dalam diri kita, yang kokoh, kuat, dan berakar pada sistemnya Allah. Perubahan dari Simon menjadi Petrus terjadi ketika kita bekerja menurut cara Allah, pola pembentukan (prosedur)-Nya, dan mengikuti sistem ilahi, bukan mengikuti logika dan pemikiran manusia. Pemberian nama "Petrus" oleh Allah bukan sekadar sebutan, tetapi merupakan perubahan karakter dan kepribadian (jati diri) yang kokoh.
Mengapa cinta kita kepada Tuhan tidak boleh hanya didasarkan pada apa yang telah Dia lakukan bagi kita?
Cinta sejati kepada Tuhan mula-mula (cinta semula) memang berdasarkan apa yang Dia telah anugerahkan dan lakukan,seperti pengampunan dosa atau hidup kekal. Tapi setelah kita lahir baru, cinta kita dalam perjalanan spiritual kita tidak boleh lagi didasarkan pada apa yang telah Ia berikan atau lakukan untuk kita, seperti berkat-berkat, kesembuhan, mujizat, perlindungan dan penyertaan Tuhan. Cinta yang didasarkan pada hal tersebut seringkali akan menjadi cinta bersyarat dan bisa berubah ketika kita merasa kecewa atau tidak mendapatkan apa yang kita harapkan dari Tuhan. Cinta yang benar adalah cinta yang timbul dari kekaguman dan pengenalan akan kepribadian Tuhan, mengapa Dia mau berkorban untuk kita, dan siapa Dia sebenarnya di luar segala pemberian dan perbuatan-Nya. Cinta ini murni karena keheranan akan siapa Tuhan itu, bukan karena apa yang telah Ia berikan atau lakukan untuk hidup kita.
Apa yang dimaksud dengan "pahlawan iman" dan bagaimana mereka berbeda dari orang yang menggunakan iman untuk menerima berkat dari Tuhan?
Pahlawan iman bukanlah orang yang menggunakan iman untuk mendapatkan berkat dan keuntungan dari Tuhan. Pahlawan iman adalah orang yang berani dan teguh untuk kehilangan segala sesuatu demi Tuhan. Mereka bersedia berkorban, bahkan mati, karena mereka melihat sesuatu yang lebih besar di depan, yaitu kemuliaan dan kekekalan bersama Tuhan. Fokus mereka bukan pada penerimaan, tetapi pada penyerahan total dan kesetiaan kepada Tuhan.
Mengapa Yesus menyebut Petrus "iblis" ketika Petrus mencoba mencegah penderitaan-Nya?
Yesus menyebut Petrus "iblis" bukan karena iblis memasukkan pikirannya langsung kepada Petrus, tetapi karena iblis memanfaatkan pikiran dan pemahaman manusiawi Simon yang sudah ada dalam diri Petrus. Pikiran Petrus saat itu adalah untuk menghindari penderitaan Yesus, yang bertentangan dengan rencana Allah. Yesus mengatakan ini karena Petrus memikirkan apa yang dipikirkan manusia, bukan apa yang dipikirkan Allah. Pikiran manusia seringkali berpusat pada kenyamanan dan penghindaran penderitaan, yang bisa menjadi batu sandungan dalam rencana Allah.
Bagaimana konsep Mesias orang Yahudi berbeda dengan konsep Mesias yang diajarkan Yesus?
Konsep Mesias orang Yahudi seringkali didasarkan pada pemahaman dan harapan manusiawi yang mereka tafsirkan dari Perjanjian Lama. Mereka mengharapkan Mesias sebagai keturunan Daud yang akan memulihkan kejayaan kerajaan Israel, membangun kembali bait suci, dan membebaskan mereka dari penjajahan. Mereka berfokus pada solusi atas persoalan duniawi dan sementara. Sementara itu, Yesus sebagai Mesias menawarkan kebebasan yang kekal dari dosa, iblis, dan kematian. Yesus menawarkan kehidupan baru dan langit baru dan bumi yang baru yang hanya berisi kebenaran. Konsep keselamatan yang ditawarkan Yesus bersifat spiritual dan kekal, berbeda dengan pemahaman orang Yahudi yang lebih berorientasi pada dunia dan kepentingan mereka sendiri.
Mengapa pikiran manusia tidak bisa menyembah Tuhan dan bagaimana kita seharusnya mengelola pikiran kita?
Pikiran manusia, dengan segala keterbatasannya dan kecenderungannya pada hal-hal duniawi, tidak bisa menyembah Tuhan. Hanya roh yang bisa menyembah Tuhan. Pikiran bisa dipengaruhi kuasai oleh iblis, oleh realita di sekitar kita dan bisa menjadi sumber kekacauan (seperti gelombang badai) jika tidak dikendalikan dan dibenahi. Oleh karena itu, penting untuk mengelola pikiran kita dengan menyerahkannya kepada Roh Kudus. Ketika kita merasa pikiran kita lemah dan tidak terarah, kita perlu datang kepada hamba Tuhan yang diutus Tuhan untuk menerima usul dan arahan. Kita tidak boleh bertukar pikiran dengan orang yang pemahamannya berbeda (tidak satu frekuensi), kita perlu menerima pikiran dan usulan yang datang dari Tuhan.
Bagaimana kita dapat menerima warisan ilahi dan memindahkan legasi tersebut?
Warisan ilahi bukan tentang berkat materi atau pencapaian duniawi, tetapi tentang dimensi dan rupa Allah yang nyata dalam hidup kita. Warisan ini bukan sesuatu yang kita raih dengan usaha kita sendiri, melainkan sesuatu yang diberikan Allah melalui Roh Kudus. Untuk menerima warisan ini, kita perlu menggeser fokus kita dari kebutuhan dan harapan duniawi kepada kebutuhan dan kehendak Tuhan. Kita juga perlu bekerja sama dengan Roh Kudus, membiarkan Dia bekerja bebas dalam roh kita, dan mengikuti jalan yang telah ditetapkan-Nya. Transfer legasi terjadi ketika kita mengizinkan Allah membentuk dimensi dan rupa-Nya dalam diri kita, yang kemudian dapat diwariskan kepada generasi berikutnya melalui kesetiaan dan ketaatan kita kepada-Nya. Warisan itu adalah dimensi Allah, bukan pengalaman-pengalaman iman atau pelayanan.